Senin, 22 Oktober 2012

etika government

I.                 PENDAHULUAN
    Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban yang memungkinkan masyarakat dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu, pemerintah diperlukan pada hakikatnya adalah untuk memberikan pelayanan kapada masyarakat.
Pemerintah tidak dibentuk untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya, demi mencapai tujuan bersama. Suatu gejala yang nampak dewasa ini adalah kecenderungan dan pertumbuhan ke arah mensukseskan pembangunan di segala bidang.
       Untuk mensukseskan pembangunan, Etika Pemerintahan menjadi topik pembicaraan, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Aparatur pemerintahan harus menjadi saluran atau jembatan pengabdi dan melaksanakan kepentingan umum dengan penuh dedikasi dan loyalitas, bukan sebaliknya, tidak menyalagunakan kekuasaan, mencari kesempatan dalam kesempitan, aji mumpung. 
     Bila masyarakat mengetahui tentang tidak lancarnya pelayanan, terdapat penyelewengan dan atau penyimpangan maka akan dapat berakibat menimbulkan reaksi. Oleh sebab itu sekiranya timbul reaksi tidak kentara di mata masyarakat, karena reaksi tersebut dapat menimbulkan public opini yang didasarkan oleh perasaan umum tidak puas dan akhirnya dapat menjelma menjadi pendapat umum yang dapat merongrong kewibawaan pemerintah.
II.            DASAR TEORI
Landasan Dasar
¡  Falsafah Pancasila dan Konstitusi/UUD 1945 Negara RI;
¡  TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan  Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
¡  UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
¡  UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974  Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ( LN No. 169 dan Tambahan LN No. 3090 );
¡  UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah ;
¡  PP No. 60 tentang Disiplin Pegawai Negeri .   
III.        PEMBAHASAN
A. KONDISI  IDEAL
1. Pengertian Etika
        Etika berasal dari perkataan yunani “ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan, atau secara bebas dapat diartikan kumpulan dariperaturan-peraturan kesusilaan. Dalam bahasa Latin dikenal dengan perkataan Mores yang berarti pula kesusilaan, tingkat salah satu perbuatan lahir 9 perilaku, tingkah laku ). Perkataan mores kemudian berubah menjadi mempunyai arti sama dengan etika atau sebaliknya.
        Etika disebut pula “moral phiciolophy” karena mempelajari moralitas dari perbuatan manusia. Sedangkan moralitu adalah apa yang baik atau apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran norma atau nilai. Moral terjadi bila dikaitkan dengan masyarakat, tidak ada moral bila tidak ada masyarakat, dan ini berkaitan dengan kesadaran kolektif.
2. Pengertian Pemerintah
        Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernaculum, yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa.

        Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus kekuasan eksekutif sedangkan dalam arti luas kekuasaan eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Pemerintah dalam arti sempit berdasarkan UUD yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945, UUDS 1950, dan UUD Konstitusi RIS 1949.

        Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif.(C.F.Strong).
3. Etika Pemerintah
       Aparatur negara dan pemerintah mempunyai tugas mendidik rakyat. Mendidik orang lain berarti mendidik diri sendiri, karena itu, seorang pemimpin/pelaksana negara yang sadar akan kewajibannya sebagai pendidik, hendaknya berusaha agar :
1)      Dalam hidup sehari-hari menjadi contoh teladan, panutan bagi umum dan kesusilaan.
2)      Dalam usahanya sehari-hari selalu memperhatikan kemajuan lahir batin masyarakatnya.
Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia disebut etika pemerintahan.
        Selain itu etika pemerintahan juga merupakan bagian dari praktek yurisprudensi atau filosofi hukum yang mengatur operasi dari pemerintah dan hubungannya dengan orang-orang dalam pemerintahan. Prinsip-prinsip etika harus disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. Prinsip-prinsip etika yang bersifat authority, yang bersifat perintah menjadi suatu peraturan sehingga kadang-kadang merupakan atribut yang tidak bisa dipisahkan.
        Dalam etika pemerintahan, apa yang dianjurkan merupakan paksaan (imperatif) yang dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan kesulitan.
        Di atas telah diuraikan bahwa apa yang dilihat adalah authority misalnya, berpakaian dinas (PSH, PSR, PSL) sebenarnya masalah etika, tetapi kalau sudah dituangkan bukan lagi bersifat etis, tetapi bersifat pelaksanaan (operasional). Kendatipun tidak ada sanksi yang tegas. Pada etika karena mengikuti adanya perubahan-perubahan di dalam masyarakat, tergantung dengan kemauan (needs), kehendak masyarkat yang pada suatu waktu dan tempat bisa berubah-ubah.
        Etika digantungkan dengan authority menghendaki orang harus tunduk pada perintah. Sedangkan pemerintah mempunyai sifat authority, sifat memaksakan. Pemerintah tidaklah sama dengan masyarkat. Disinilah letak sulitnya mempelajari etika pemerintahan. Pemerintah tidak dapat melaksanakan perintah sekehendaknya yang bertentangan dengan nilai etika masyarakat.
Etika Dalam Fungsi Pemerintahan
¡  Etika Dalam Proses Kebijakan Publik ( Public Policy Etic )
¡  Etika dalam Pelayanan Punblik ( Public Service Etic )
¡  Etika dalam Pengaturan dan Penataan Kelembagaan Pemerintahan ( Rule and administer institutional etic ) ;
¡  Etika dalam Pembinaan dan pemberdayaan Masyarakat ( Guide and social empowering etic );
¡  Etika dalam Kemitraan antara pemerintahan, pemerintah dengan swasta, dan dengan masyarakat ( Partnership governmental, private and sosiety etic )
Etika Pemerintah mencakup isu-isu kejujuran dan transparansi dalam pemerintahan, berurusan dengan hal-hal seperti:
Suatu bentuk korupsi adalah tindakan memberikan hadiah yang dapat berupa  uang , barang , properti , keutamaan , keistimewaan , honorarium , objek nilai, keuntungan, atau hanya janji untuk membujuk atau mempengaruhi tindakan, suara, atau pengaruh seseorang dalam resmi atau kapasitas publik.
Korupsi politik adalah penggunaan kekuasaan diatur oleh pejabat pemerintah untuk keuntungan pribadi tidak sah. Penyalahgunaan pemerintah kekuasaan untuk tujuan lain, seperti represi lawan politik dan umum kebrutalan polisi , tidak dianggap korupsi politik. Baik adalah tindakan ilegal oleh orang pribadi atau perusahaan tidak terlibat langsung dengan pemerintah. Tindakan ilegal oleh sebuah officeholder merupakan korupsi politik hanya jika tindakan secara langsung berkaitan dengan tugas resmi mereka.
Bentuk korupsi beragam, tapi termasuk penyuapan , pemerasan , kroniisme , nepotisme , patronase , korupsi, dan penggelapan . Sementara korupsi dapat memfasilitasi perusahaan kriminal seperti perdagangan narkoba , pencucian uang , dan perdagangan manusia , tidak terbatas pada kegiatan ini.
Korupsi Polisi adalah bentuk spesifik dari perilaku salah polisi yang dirancang untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan pribadi lainnya, dan / atau pengembangan karir bagi petugas polisi atau petugas dalam pertukaran untuk tidak mengejar, atau selektif mengejar, penyelidikan atau penangkapan.
Salah satu bentuk umum dari korupsi polisi adalah meminta dan / atau menerima suap sebagai imbalan untuk tidak melaporkan obat terorganisir atau cincin prostitusi atau kegiatan ilegal lainnya. Contoh lain adalah polisi polisi melanggar kode etik dalam rangka untuk mengamankan keyakinan tersangka - misalnya, melalui penggunaan bukti yang dipalsukan . Lebih jarang, petugas polisi bisa sengaja dan sistematis berpartisipasi dalam kejahatan terorganisir sendiri.
Sebuah kode etik yang diadopsi oleh organisasi dalam upaya untuk membantu mereka dalam organisasi dipanggil untuk membuat keputusan (biasanya sebagian besar, jika tidak semua) memahami perbedaan antara 'benar' dan 'salah' dan menerapkan pemahaman ini untuk keputusan mereka . Kode etik karena itu umumnya berarti dokumen yang ada di tiga tingkat: (1) etika bisnis perusahaan, (2) etika karyawan, (3) etika professional.
Peraturan etika / etika Regulatory adalah badan hukum dan praktis filsafat politik yang mengatur pelaksanaan pegawai negeri dan anggota lembaga regulator . Ini membahas isu-isu seperti penyuapan dan hubungan pegawai negeri dengan bisnis dalam industri mereka mengatur, serta kekhawatiran tentang transparansi , kebebasan informasi dan undang-undang sinar matahari , dan konflik kepentingan aturan.
Suatu konflik kepentingan (COI) terjadi ketika sebuah individu atau organisasi yang terlibat dalam berbagai kepentingan, salah satunya mungkin korup motivasi untuk bertindak dalam lainnya.
Suatu konflik kepentingan hanya bisa ada jika seseorang atau kesaksian yang dipercayakan dengan tidak memihak beberapa, sebuah jumlah sedikit kepercayaan diperlukan untuk menciptakannya. Kehadiran konflik kepentingan adalah independen dari eksekusi dari ketidakpantasan. Oleh karena itu, konflik kepentingan dapat ditemukan dan sukarela dijinakkan sebelum korupsi terjadi.
COI kadang-kadang disebut persaingan kepentingan daripada "konflik", menekankan konotasi alam persaingan antara kepentingan sah daripada konflik kekerasan dengan konotasi yang menjadi korban dan agresi tidak adil. Namun demikian, denotatively , ada terlalu banyak tumpang tindih antara istilah untuk membuat diferensiasi objektif.
Munculnya ketidakpantasan adalah frase merujuk pada situasi yang etika dianggap dipertanyakan. Untuk seorang awam , tanpa pengetahuan tentang fakta-fakta tertentu, komentar atau tindakan tersebut muncul tidak pantas atau pelanggaran terhadap aturan atau regulasi .
  • Pemerintah Terbuka/ Transparan
Pemerintahan yang transparan adalah mengatur doktrin yang memegang bahwa usaha dan negara administrasi pemerintah harus dibuka di semua tingkatan untuk efektif publik keterbukaan dan pengawasan. Dalam terluas konstruksi itu menentang alasan negara dan rasis pertimbangan, yang cenderung melegitimasi negara yang luas kerahasiaan . Asal-usul argumen pemerintahan yang terbuka dapat tanggal dengan saat Eropa Pencerahan : untuk perdebatan tentang pembangunan yang tepat kemudian baru lahir masyarakat yang demokratis .
Di antara perkembangan terbaru adalah teori tata open source yang pendukung penerapan filosofi dari gerakan perangkat lunak bebas untuk demokratis prinsip untuk memungkinkan warga tertarik untuk mendapatkan lebih banyak terlibat langsung dalam proses legislatif.
Etika hukum mencakup sebuah kode etik yang mengatur perilaku orang-orang yang terlibat dalam praktek hukum dan orang-orang lebih umum di sektor hukum.
B. KONDISI DI INDONESIA
        Di Indonesia, hal tentang etika pemerintah pertama kali dipelopori oleh Walikota Solok Drs. H. Syamsu Rahim. Beliau membuat perda tentang Etika Pemerintah di Solok, yaitu PERDA No. 1 Tahun 2008 tentang Etika Pemerintahan Daerah Kota Solok. Sedangkan untuk daerah lain bahkan Indonesia belum membuat peraturan khusus tentang etika pemerintah.
        Menurut Ryaas Rasyid, pilar pemerintahan itu ada 3 (tiga) yaitu hukum, konstitusi dan etika. Rupanya setelah lebih ½ abad Indonesia merdeka, pilar terpenting dari pemerintahan yaitu etika belum ada dan ini hal yang sangat serius, karena di negara sebesar Amerika, Perancis Inggris dan negara-negara besar lainnya, justru kita melihat tidak ada Undang-undang anti korupsi, lembaga semacam KPK, TIPIKOR dan lain-lain. Yang ada hanyalah undang-undang tentang etika penyelenggara negara dan nyatanya korupsi tidak membudaya ditengah-tengah mereka. Undang-undang ini sangat efektif menangkal terjadinya tindak pidana korupsi, manipulatif dan tindakan asusila lainnya dari penyelenggara pemerintahan/negara.
        Fakta yang ada, meski produk-produk hukum telah demikian banyak dibuat, seminar-seminar tentang pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah ratusan kali digelar, institusi penegak hukum dan lembaga pengawas telah berbagai corak dan ragam dibentuk, tetapi penyelenggara pemerintahan masih sering keluar masuk media pemberitaan karena korupsi, manipulasi dan perbuatan tak beretika lainnya. Jika kita menonton televisi dan atau membaca berita kalau tidak ada “cerita” tentang korupsi, manipulasi dan bahkan yang trend sekarang adalah perbuatan tindak asusila oknum pejabat yang mengabadikan perbuatan mesumnya dengan perempuan-perempuan nakal.
Contohnya saja seperti beberapa kasus yang terjadi di badan pemerintahan :
1.            Korupsi
a.    Korupsi pajak Gayus Tambunan
b.   Korupsi penggunaan anggaran dana pengganti defisit melalui program kompensasi pengurangan subsidi bahan bakar minyak untuk RSJ Surakarta oleh tiga pegawai negeri Inspektorat Jendral Departemen Kesehatan.
c.    SOEHARTO
Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun. Ketika diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ia tidak hadir dengan alasan sakit. Kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan menyatakan Soeharto dapat kembali dibawa ke pengadilan jika ia sudah sembuh?walaupun pernyataan kejaksaan ini diragukan banyak kalangan.
d.   PERTAMINA
Dugaan korupsi dalam Tecnical Assintance Contract (TAC) antara Pertamina dengan PT Ustaindo Petro Gas (UPG) tahun 1993 yang meliputi 4 kontrak pengeboran sumur minyak di Pendoko, Prabumulih, Jatibarang, dan Bunyu. Jumlah kerugian negara, adalah US $ 24.8 juta. Para tersangkanya 2 Mantan Menteri Pertambangan dan Energi Orde Baru, Ginandjar Kartasasmita dan Ida Bagus Sudjana, Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda'oe, serta Direktur PT UPG Partono H Upoyo.
Kasus Proyek Kilang Minyak Export Oriented (Exxor) I di Balongan, Jawa Barat dengan tersangka seorang pengusaha Erry Putra Oudang. Pembangunan kilang minyak ini menghabiskan biaya sebesar US $ 1.4 M. Kerugian negara disebabkan proyek ini tahun 1995-1996 sebesar 82.6 M, 1996-1997 sebesar 476 M, 1997-1998 sebesar 1.3 Triliun. Kasus kilang Balongan merupakan benchmark-nya praktek KKN di Pertamina. Negara dirugikan hingga US$ 700 dalam kasus mark-up atau penggelembungan nilai dalam pembangunan kilang minyak bernama Exor I tersebut.
Kasus Proyek Pipaisasi Pengangkutan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa (Pipianisasi Jawa), melibatkan Mantan Direktur Pertamina Faisal Abda'oe, Bos Bimantara Rosano Barack, dan Siti Hardiyanti Rukmana. Kerugian negara hingga US$ 31,4 juta.
e.    Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kasus BLBI pertama kali mencuat ketika Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan hasil auditnya pada Agustus 2000. Laporan itu menyebut adanya penyimpangan penyaluran dana BLBI Rp 138,4 triliun dari total dana senilai Rp 144,5 triliun. Di samping itu, disebutkan adanya penyelewengan penggunaan dana BLBI yang diterima 48 bank sebesar Rp 80,4 triliun.
Bekas Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono dianggap bertanggung jawab dalam pengucuran BLBI. Sebelumnya, mantan pejabat BI lainnya yang terlibat pengucuran BLBI?Hendrobudiyanto, Paul Sutopo, dan Heru Soepraptomo?telah dijatuhi hukuman masing-masing tiga, dua setengah, dan tiga tahun penjara, yang dianggap terlalu ringan oleh para pengamat. Ketiganya kini sedang naik banding.
Bersama tiga petinggi BI itu, pemilik-komisaris dari 48 bank yang terlibat BLBI, hanya beberapa yang telah diproses secara hukum. Antara lain: Hendrawan Haryono (Bank Aspac), David Nusa Widjaja (Bank Servitia), Hendra Rahardja (Bank Harapan Santosa), Sjamsul Nursalim (BDNI), dan Samadikun Hartono (Bank Modern).
Yang jelas, hingga akhir 2002, dari 52 kasus BLBI, baru 20 dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan yang sudah dilimpahkan ke pengadilan hanya enam kasus
Kasus – kasus Korupsi bahkan memiliki situs sendiri tentang kasus-kasus yang terjadi. Situs itu adalah : http://infokorupsi.com
2.      Nepotisme
Kasus  Busang Yang Menyeret Nama Menteri Sudjana
Busang adalah tambang emas terbesar di dunia. Proyek Busang I diperkirakan mempunyai kandungan sekitar 47 juta ounces. Kalau 1ounces itu besarnya sekitar 28.35 gram, artinya deposit Busang I itu saja nilainya mendekati Rp 100 trilyun -- lebih besar dari APBN RI tahun lalu.
               Sudah ramai diberitakan bahwa perusahaan berusia muda Kanada, Bre-X Minerals, dikabarkan menggandeng putra Presiden RI, Sigit Harjojudanto, untuk menggarap proyek raksasa itu. Tapi, akibat sengketa kepemilikan saham antara Bre-X dengan perusahaan lokal milik aktivis PDI Jusuf Merukh, maka kontrak karya (contracts of works) untuk Bre-X tak kunjung muncul dari Departemen Pertambangan dan Energi.
               Di lain pihak, ada konsorsium lain yang ingin juga menambang Busang. Konsorsium itu terdiri dari Siti Hardijanti Rukmana (putri Presiden Soeharto), Airlangga Hartarto (anak Menko Hartarto), dan I. B. Dharma Yoga (anak Menteri IB Sudjana). Bahkan, belakangan beredar kabar bahwa Departemen Pertambangan menyetujui konsorsium baru ini menggandeng perusahaan Kanada yang lebih senior, Barrick Gold Corp, dan memegang 75 persen saham Busang. Bre-X diberitakan hanya kebagian 25 persen. Itu pun, kedua pihak masih harus menyetorkan 10 persen untuk pemerintah Indonesia.
               Soal Busang ini sangat membuat curiga banyak kalangan setelah Menteri I. B. Sudjana mencopot kewenangan Dirjen Pertambangan Kuntoro Mangkusubroto untuk memberikan izin kontrak kerja (contracts of work) pada pertengahan November 1996 lalu.
               Di DPR, I. B. Sudjana menjelaskan bahwa usaha pemerintah untuk meminta 10 persen saham di Busang sudah merupakan langkah maju, meskipun sebuah sumber TEMPO Interaktif tak setuju dengan intervensi yang terlalu jauh model Sudjana ini (Lihat:Busang, Antara Jakarta dan Toronto) Kemudian, Sudjana juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan meminta BUMN PT Aneka Tambang dan PT Timah untuk ikut memiliki saham di Busang. Dengan demikian, cerita pembagian saham di Busang agaknya belum final.
               Walaupun demikian, I. B. Sudjana tak menjelaskan mengapa anaknya ikut-ikutan bermain di Busang.
3.            Kolusi
                a.   Tindak kolusi antara PDIP dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom
               b.   Kasus kolusi antara Grup Bakrie dan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan
4.            Melanggar aturan
Tindakan melanggar aturan ini misalnya adalah tidak memenuhi kewajiban yang seharusnya. Misalnya :
a.          Sekretaris Lurah Serua/ Ciputat Syaiful Bahri bolos kerja hanya untuk mendukung  kandidat walikota Ciputat yakni Airin. Bahkan ia dan beberapa PNS yang bolos lainnya menyogok wartawan dengan seekor kambing agar tidak memberitakan mereka di media massa.
5.                Asusila
a.          Kasus asusila Penyanyi Dangdut Maria Eva dan anggota Fraksi Partai Golkar DPR Yahya Zain
Seperti diberitakan, skandal seks Maria Eva dan Yahya Zaini terbongkar setelah beredar adegan asusila di masyarakat yang diduga dilakukan tahun 2004 lalu. Akibat skandal itu, Yahya terpaksa mengundurkan diri sebagai Ketua DPP Partai Golkar dan Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR.
Maria Eva sempat mengaku melakukan aborsi janin hasil hubungan gelap dengan Yahya Zaini dengan persetujuan Yahya Zaini dan isterinya. Di tengah sorotan pemberitaan yang gencar, muncul kabar Yahya Zaini sempat diperas Rp 5 miliar. Kasus ini sungguh menggelitik, yang seharusnya seorang wakil rakyat emberi contoh tetapi malah menjadi pembicaraan kurang baik di tengah masyarakat.
Jadi etika pemerintahan di Indonesia belum benar-benar diterapkan dengan baik. Ini disesabkan karena adanya patologi etika birokrasi pemerintahan. Patologi berupa hambatan atau penyakit dalam birokrasi pemerintahan sifatnya politis, ekonomis, sosio-kultural, dan teknologikal.
Patologi birokrasi dalam  etika pemerintahan berupa :
    1) Patologi akibat persepsi, perilaku dan gaya manajerial berupa : penyalahgunaan wewenang, statusquo, menerima sogok, takut perubahan dan inovasi, sombong menghindari keritik, nopoteisme, arogan, tidak adil, paranoia,  otoriter, patronase, xenopobia dsb;
2)  Patologi akibat pengetahuan dan keterampilan berupa : puas diri, tidak teliti, bertindak  tanpa berpikir, counter produktif, tidak mau berkembang/ belajar, pasif, kurang prakarsa/inisiatif, tidak produktif, stagnasi dsb.
3)  Patologi karena tindakan melanggar hukum berupa : markup, menerima suap, tidak jujur, korupsi, penipuan, kriminal, sabotase, dsb.
4)  Patologi akibat keprilakukan berupa : kesewenangan, pemaksaan, konspirasi, diskriminasi, tidak sopan, kerja legalistik, dramatisiasi, indisipliner, inersia, tidak berkeprimanusiaan, negatifisme, kepentingan  sendiri, non profesional, vested interest, pemborosan  dsb.
5) Patologi akibat sitasi internal berupa : tujuan dan sasaran tidak efektif dan efisien, kewajiban sebagai beban, eksploitasi, eksstrosi/pemerasan, pengangguran  terselubung, kondisi kerja yang tidak nyaman, tidak adan kinerja, miskomunikasi dan informasi, spoil sisten, oper personil dsb.
Agar Etika Pemerintahan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan pembaharuan perilaku etika penyelenggara pemerintahan dan kelembagaan birokrasi seperti :
¡  Redifinisi, reorientasi dan revitalisasi perilaku birokrasi politik dan administrasi pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan negara, bangsa dan masyarakat. 
¡  Pembaharuan sistem kelembagaan pemerintahan yang berorientasi pada kinerja organisasi;
¡  Pembaharuan manajemen  pemerintahan yang memiliki kepemimpinan visoner dan  akuntabilitas pemerintahan
¡  Perilaku individu  Aparatur birokrasi Pemerintahan pada standar berkualifikasi, kompetensi dan profesional dan berbudaya
¡  struktur kelembagaan birokrasi pemerintahan berbasis kompetensi
¡  fungsi birokrasi pemerintahan ( kebijakan, pelayanan, kemitraan, kerjasama,  pemberdayaan dsb )
¡  proses birokrasi pemerintahan dengan pendekatan manajemen strategis
¡  perilaku birokrasi pemerintahan berorientasi  nilai, norma, aturan, etika, moral, adat istiadat dan budaya birokrasi
III
PENUTUP
Kesimpulan
Etika pemerintahan tidaklah berdiri sendiri, penegakannya terjalin erat dengan pelaksanaan prinsip penerapan hukum. Itulah sebabnya, maka sebuah pemerintahan yang bersih, yang segala tingkah laku dan produk kebijakannya berangkat dari komitmen moral yang kuat, hanya dapat dinikmati oleh refresentasi pemenuhan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dengan lebih baik. Setiap warga masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari aparatur pemerintah berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku.
Etika dalam pemerintahan sudah memiliki landasan tersendiri, namun di Indonesia kerap terjadi pelanggaran etika, baik di pemerintahan tingkat daerah sampai nasional. Sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan, fasilitator dan pengarah pembangunan, pelayan masyarakat dan sebagai motivator dalam pemberdayaan masyarakat, penulis melihat, merasakan dan mengalami betapa rumit dan susahnya kita membangun pemahaman, persepsi dan tindakan operasional yang sama dalam mengelola pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, padahal seperti tadi telah penulis sampaikan, sudah begitu banyak peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan untuk dijadikan pedoman dan petunjuk untuk itu. Baik atau tidak baik jalannya roda pemerintahan, kegiatan pembangunan, pelayanan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat ternyata tidak hanya tergantung pada pemerintah saja, tidak hanya tergantung pada DPRD saja dan juga tidak hanya tergantung pada masyarakat saja, tetapi sangat ditentukan oleh ketiga komponen tadi secara bersama-sama, apakah mempunyai komitment dan kemauan untuk menyelenggarakan kepemerintahan yang baik atau tidak.
Saran
Aparatur pemerintah seyogianya menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi dengan kata lain, sudah bukan waktunya lagi, pemerintah dapat begitu saja mengambil hak milik orang lain tanpa kewenangan yang jelas dan disertai pemberian imbalan atau ganti rugi yang wajar.
Referensi :
http://jhosin.blog.friendster.com/2009/06/etika-pemerintahan/
Widjaja, A.W. Etika Pemerintahan. 1991. Jakarta : Bumi Aksara
www.google/uud-45-dan-sistem-pemerintahan-ri.html